Kampanye Online Semakin Marak

Kampanye Online Semakin Marak - Memasuki masa tenang pemilihan presiden, materi-materi kampanye masih marak di ruang publik. Selain sisa-sisa spanduk dan poster yang belum bersih seluruhnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendapat laporan banyaknya iklan kampanye di internet yang belum ditarik.

Anggota Bawaslu Pusat, Nelson Simanjuntak, menyatakan, para partisipan harus proaktif dalam menciptakan ketertiban di masa tenang ini. "Iklan itu kan punya dua sisi, bisa ajakan memilih pihaknya atau juga ajakan untuk tidak memilih pihak lain. Hal tersebut cukup mengganggu di masa tenang ini," Ujar Nelson, Ahad (6/7).

Menurut Nelson, masa tenang adalah saat di mana seluruh bangsa beristirahat dan merenung. "Biarkan rakyat tenang dan memutuskan pilihan yang terbaik untuk mereka," ujarnya.

Selain iklan, Nelson juga menyoroti soal aktivitas kampanye di media sosial. Menurut dia, hukum positif di Indonesia memang belum mengatur hal tersebut. "Tapi kita pakai logika umum saja. Itu cukup mengganggu dan sebaiknya dihindari," kata dia menambahkan. 

Nelson berharap, para kontestan menahan diri di masa tenang ini agar suasana kondusif. Dia berpesan, para kontestan siap menang dan siap kalah. "Siapa pun nanti presidennya, karena pasti ada pemenangnya, semua pihak harus menerima dengan lapang dada," ujar dia. 

Bawaslu Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) menyiapkan tim khusus untuk memantau kampanye di media sosial, seperti Facebook, terutama saat masa tenang pemilu presiden pada 6-8 Juli. "Termasuk saya ikut memantau karena memang tidak diperkenankan pada masa tenang untuk berkampanye, termasuk di media sosial," kata Ketua Bawaslu Kalbar Ruhermansyah.

Berdasarkan aturan, kata dia, larangan itu berupa kegiatan yang sifatnya ajakan, memengaruhi pemilih, terlebih kalau ada gambar yang sifatnya tendensius. "Juga jangan menggunakan modus tertentu seperti doa bersama yang tujuannya mengajak orang untuk memilih calon tertentu," kata dia.

Dia menjelaskan, dasar hukumnya adalah UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres, Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tahapan Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pilpres, dan Peraturan KPU Nomor 16 Tahun 2014 tentang Kampanye Pilpres.

Ia mengatakan, kalau memenuhi unsur pelanggaran atau bahkan pidana pemilu, dapat ditindaklanjuti.

Dia melihat masih ada beberapa pengguna media sosial yang berkampanye. "Kami imbau untuk stop, apalagi kalau kampanye menyangkut isu suku, agama, ras, dan antargolongan," kata dia.

Ia mendapat laporan dari salah satu tim kampanye mengenai dugaan penghinaan terhadap salah satu calon presiden. "Komentar dan isinya dianggap tidak pantas, sehingga pelakunya dilaporkan," ujar Ruhermansyah.

Pakar komunikasi Universitas Diponegoro, Semarang, Triyono Lukmantoro mengatakan, merupakan hal yang wajar bila ada yang merasa jenuh dengan segala bentuk kampanye di media sosial, apalagi kampanye hitam. Triyono mengatakan, akan lebih bijak bagi pengguna media sosial yang merasa jenuh untuk melakukan "unfollow" atau "unfriend" akun-akun yang melakukan kampanye hitam terhadap kandidat tertentu peserta Pemilu Presiden 2014. Triyono mengatakan, informasi di media sosial yang isinya saling hujat atau menyebarluaskan kejelekan pihak tertentu pada akhirnya memang bisa membuat bosan. 

Apalagi, lanjut dia, informasi di media sosial kerap kali disertai tautan-tautan ke situs tertentu yang isinya lebih banyak propaganda mengenai isu tertentu yang tidak bisa ditampilkan di media mainstream. "Informasi yang menyebarluaskan visi dan misi kandidat mungkin bisa lebih diterima daripada yang isinya saling hujat, fitnah, dan menjelek-jelekkan," ujarnya. 
Sumber : republika.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar