Sikap Aneh Koalisi Merah Putih - Betapa memprihatinkan cara kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa
menyikapi hasil sementara pemilihan presiden 2014. Mereka tak segera
menyadari kekalahannya. Belakangan, Prabowo malah menginginkan penundaan
rekapitulasi suara.
Sikap itu aneh karena sebelumnya Koalisi Merah Putih, yang
mengusung pasangan Prabowo-Hatta, justru mengklaim kemenangan. Mereka
juga mengkritik kubu Joko Widodo-Jusuf Kalla yang sempat bergembira
setelah melihat perolehan suara lewat hitung cepat. Saat itu kubu
Prabowo meminta semua pihak menunggu penghitungan suara oleh Komisi
Pemilihan Umum.
Kubu Prabowo juga sempat ngotot akan mengerahkan pendukung ke
gedung KPU. Alasannya, demi mengamankan proses rekapitulasi suara. Tapi,
belakangan, manuver tim Koalisi Merah Putih berubah lagi. Mereka
menuntut KPU menunda rekapitulasi dengan dalih terjadi kecurangan. Kubu
Prabowo pun berancang-ancang memperkarakan hasil pemilihan ke Mahkamah
Konstitusi.
Tim Merah Putih, yang berisi tokoh-tokoh dari partai yang cukup
berpengalaman, seperti Golkar, Partai Amanat Nasional, dan Partai
Keadilan Sejahtera, semestinya bersikap sportif. Kalau tidak percaya
akan hasil hitung cepat, mereka bisa menghitung sendiri hasil pemilihan.
Dengan begitu, mereka segera mendapatkan gambaran perolehan suara calon
yang didukungnya.
Sejak awal, berbagai hasil hitung cepat yang kredibel jelas
memenangkan Joko Widodo alias Jokowi dengan selisih 5 persen lebih.
Hasil hitung riil dengan menggunakan data pindai formulir C1 bahkan
menunjukkan selisihnya semakin lebar. Selisih itu terkesan kecil, tapi
sebetulnya amat besar. Lima persen dari jumlah pemilih sekitar 130 juta
adalah 6,5 juta. Jumlah ini setara dengan jumlah pemilih dari dua atau
tiga provinsi di luar Jawa.
Kalaupun tim Prabowo menemukan dugaan kecurangan, seharusnya hal
itu disampaikan sejak awal. Dengan begitu, pemungutan suara ulang bisa
segera dilakukan tanpa menghambat tahapan pemilu. KPU jelas tak mungkin
menunda rekapitulasi suara di tingkat nasional karena bertentangan
dengan undang-undang. Langkah ini juga akan menimbulkan ketidakpastian
politik.
Upaya menggugat hasil pemilihan ke MK mungkin perlu dihargai
kendati akan sia-sia. Langkah ini juga pernah dilakukan pasangan
Megawati-Prabowo pada 2009 dan tak berhasil. Bagaimanapun, tak gampang
hakim konstitusi mengabulkan permohonan penggugat, apalagi mengubah
hasil pemilihan presiden yang disahkan oleh KPU. Hakim konstitusi hanya
akan mempertimbangkan kecurangan yang benar-benar masif dan mempengaruhi
hasil pemilihan.
Pemilu bukan hanya soal menang atau kalah, melainkan juga tentang
sportivitas. Mekanisme demokrasi ini akan rusak bila calon presiden tak
menghargai aturan main. Manuver yang hanya menunda kekalahan semestinya
tak dilakukan begitu pemilu selesai. Rakyat akan lega bila yang kalah
segera memberikan ucapan selamat kepada sang pemenang.
Sumber : tempo.co
Blognya OK. Sila mampir ke www.siperubahan.com
BalasHapusAduh pusing mikirin politik. Jangan lupa ya mas kunjungi juga Obat Sakit Perut Sebelah Kanan Bawah
BalasHapus