Agenda Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial Para Capres ( Prabowo Subianto - Joko Widodo )

Agenda Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial Para Capres ( Prabowo Subianto - Joko Widodo ) - Pembangunan ekonomi menjadi agenda utama dua capres menghadapi pemilu mendatang. Hal itu berangkat dari kesadaran bahwa tolok ukur utama seorang presiden adalah sejauh mana mampu mengurangi pengangguran, memerangi kemiskinan, dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya melalui pembangunan bidang ekonomi. Itulah yang mengemuka dalam debat capres putaran kedua, Minggu (15/6) malam, yang mengambil tema Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial. Baik capres Prabowo Subianto maupun Joko Widodo (Jokowi) tampak all out dengan agenda tersebut. Keduanya tak hanya menunjukkan pemahaman dalam melihat dan memetakan persoalan dan tantangan ekonomi, namun juga dengan solusi dan sasaran terukur yang bisa disimak masyarakat. 


http://www.suarapembaruan.com/media/images/medium2/20140616001534331.jpg

Secara umum, kedua capres mencoba melihat sejumlah persoalan krusial dalam perekonomian nasional, seperti meningkatkan kapasitas anggaran dengan menutup kebocoran, peningkatan daya saing nasional dengan memberdayakan pelaku usaha kecil dan menengah (UKM), mendorong pertumbuhan yang berkualitas dengan titik berat pada pemerataan pembangunan, mendorong investasi sektor infrastruktur untuk menjangkau daerah terpencil, fokus membangun sektor-sektor ekonomi yang banyak menyerap tenaga kerja dan bisa membuahkan hasil dalam waktu singkat seperti sektor pertanian, perlunya memprioritaskan kepentingan nasional di tengah sikap terbuka terhadap investasi asing, serta membenahi sistem pengawasan penggunaan anggaran negara. 

Semua hal tersebut kita sadari bersama menjadi ganjalan dalam pembangunan ekonomi. Dengan kata lain, sejujurnya tidak banyak hal baru yang diusung oleh kedua capres. Sebab, pada kenyataannya pemerintah yang sekarang pun sudah kerap menyuarakannya, dan tidak sedikit program dan kebijakan yang terkait dengan itu semua. Namun, harus diakui pula, sejauh ini implementasi hal-hal tersebut dirasa masih minim. 

Berbicara daya saing, misalnya, kita masih melihat banyak produk impor dengan harga murah yang membanjiri pasaran domestik. Hal itu tentu saja mematikan produsen dalam negeri, terutama sektor UKM. Demikian pula mengenai kebocoran anggaran, secara kasat mata kita melihat masih banyak pos pengeluaran di APBN dan APBD yang dijadikan mesin uang partai politik. Terbukti, banyak penyelenggara negara yang kini mendekam di penjara karena mengorupsi dana APBN dan APBD. 

Terkait pertumbuhan ekonomi rata-rata di kisaran 6% dalam lima tahun terakhir, dan relatif tinggi dibanding negara lain, ternyata tidak dibarengi pemerataan. Faktanya gini ratio nasional terus meningkat, dan tahun lalu mencapai level 4,13. Artinya, kesenjangan semakin lebar. Dengan fakta-fakta tersebut, menjadi jelas bahwa harus ada penajaman orientasi program ekonomi oleh presiden baru kelak, guna menyelesaikan berbagai persoalan struktural dalam perekonomian nasional. Sebab, mayoritas tantangan ke depan telah kita rasakan dalam beberapa tahun belakangan ini. 

Melalui debat yang dapat disaksikan oleh jutaan rakyat Indonesia melalui siaran langsung televisi tersebut, kita sepakat bahwa secara konseptual, kedua capres memiliki visi, misi, dan program yang kita yakini akan mampu mengatasi berbagai problema dan tantangan Indonesia ke depan. Namun, yang harus disikapi secara kritis oleh seluruh rakyat adalah mana capres yang menawarkan pola pendekatan yang realistis dan terukur, serta mana capres yang tampak memiliki komitmen kuat dan kapasitas kepemimpinan untuk mewujudkan semua agenda besar tersebut. 

Masyarakat jangan sampai terbuai dengan visi dan program ambisius capres. Sebab, persoalan paling mendasar di pemerintahan selama ini adalah minimnya implementasi program, dan lemahnya pengawasan. Sehingga aspek implementasi dan pengawasan inilah yang harus menjadi sorotan kita semua. 

Hal paling mendasar yang harus segera dilakukan presiden baru mendatang, adalah mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan. Dengan tingkat pengangguran per Februari lalu sebanyak 7,1 juta orang, atau 5,7% dari total angkatan kerja yang sejumlah 125,3 juta orang, tentu menjadi beban bagi perekonomian nasional. 

Jika pemerintah mampu membuka lapangan kerja secara signifikan, tentu akan banyak menyerap tenaga kerja, yang pada gilirannya akan mengurangi jumlah penduduk miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penduduk miskin per September tahun lalu mencapai 28,5 juta orang, atau sekitar 11% dari total populasi. 

Kita yakin, angka tersebut berpotensi meningkat seiring dengan perkembangan harga-harga komoditas yang bergerak naik, sehingga memangkas upah riil masyarakat. Dua hal tersebut, pengangguran dan kemiskinan adalah persoalan elementer bagi kedua capres, dalam rangka pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Oleh karenanya, rakyat musti cermat melihat dan memilih mana capres yang diyakini mampu mewujudkan semua agenda dan harapan tersebut melalui kerja keras, dan mampu mengarahkan seluruh aparat pemerintah tanpa beban dan tersandera oleh kepentingan politik. ***
Sumber : suarapembaruan.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar