Agar Survei Politik Yang Disajikan di Ruang Publik Bukan Informasi Bias Yang Menyesatkan

Agar Survei Politik Yang Disajikan di Ruang Publik Bukan Informasi Bias Yang Menyesatkan - Statistik kadang-kadang identik dengan kebohongan, yang dibungkus dengan cita rasa ilmiah, cita rasa kuantitatif. Dalam soal statistik, sungguh menarik bila kita mencermati dua hasil kerja statistik (baca: survei) terbaru mengenai tingkat keterpilihan (elektabilitas) sejumlah figur sebagai calon presiden (capres).

Dua hasil survei ini dirilis oleh lembaga survei yang berbeda pada Maret lalu, dalam rentang waktu yang hampir bersamaan. Anehnya, meski kedua survei dilakukan pada bulan yang sama, bahkan pada rentang waktu yang hampir bersamaan, hasilnya sungguh jauh berbeda.

Hasil survei pertama dirilis oleh Indonesia Network Election Survey (INES) pada 31 Maret. Survei dihelat pada 14-21 Maret lalu, dan hasilnya menunjukkan, lima figur dengan elektabilitas tertinggi adalah Prabowo Subianto (35,6 persen), Megawati Soekarnoputri (17,1 persen), Jokowi (16,2 persen), Wiranto (9,5 persen), dan Aburizal Bakrie (7,5 persen). Selang beberapa hari sebelumnya (26 Maret), Charta Politika juga merilis hasil survei mengenai elektabilitas capres. Dari sejumlah figur yang disurvei pada 1-8 Maret 2014, hasilnya menunjukkan, lima figur dengan elektabilitas tertinggi adalah Jokowi (37,4 persen), Prabowo (14,5 persen), Aburizal Bakrie (9,9 persen), Wiranto (7,2 persen), dan Jusuf Kalla (5,5 persen).

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/1/17/Religion_economy.png/400px-Religion_economy.png
Hasil survei memang merupakan potret pandangan pemilih pada saat survei dilakukan. Tapi, apakah pandangan itu begitu dinamis dengan volatilitas yang sangat tinggi, sehingga bisa berubah dalam sekejap waktu? Menariknya lagi, konon kedua survei ini menggunakan metode pencuplikan sampel berpeluang (probability sampling method), sehingga kesahihannya bisa dipertanggungjawabkan menurut kaidah statistik.

Secara statistik, perbedaan hasil dua buah survei yang memotret variabel yang sama (elektabilitas) dari populasi yang sama (pemilih) memang sebuah keniscayaan. Namanya juga survei sampel. Perbedaan muncul karena setiap survei memotret populasi dari sampel responden yang berbeda. Namun, lain soal bila perbedaan yang terjadi begitu tajam, bahkan dengan pola yang saling bertolak belakang. Dengan perbedaan setajam ini, pertanyaan yang menyeruak bisa jadi bukan soal hasil survei mana yang paling presisi, tapi mana yang bisa menjadi pegangan (baca: benar) untuk menggambarkan preferensi pemilih.

Karena itu, cukup beralasan bila kita sedikit khawatir: lembaga survei telah menjadi alat politik untuk mendongkrak atau mengambrukkan figur dalam semalam. Dan, bisa jadi surveisurvei politik yang dilakukan selama ini atas pesanan pihakpihak yang ingin dilambungkan popularitasnya.

Idealnya, ada semacam lembaga (watchdog) yang memiliki otoritas untuk memverifikasi kesahihan dan keandalan metodologi yang digunakan oleh lembaga survei. Siapa yang bisa menjamin sampel 1.200 atau 6.588 responden tidak bias dalam menggambarkan pandangan 187 juta pemilih yang begitu heterogen?

Lembaga yang dimaksud dapat berasal dari kalangan akademisi, praktisi lembaga survei, atau lembaga khusus bentukan pemerintah. Selain aspek metodologi, independensi, dan obyektivitas, lembaga survei juga harus dikawal. Dengan demikian, hasil survei politik yang disajikan di ruang publik adalah potret mengenai realitas, bukan informasi yang bias dan menyesatkan.
sumber : pemilu.tempo.co
Idealnya, ada semacam lembaga (watchdog) yang memiliki otoritas untuk memverifikasi kesahihan dan keandalan metodologi yang digunakan oleh lembaga survei. Siapa yang bisa menjamin sampel 1.200 atau 6.588 responden tidak bias dalam menggambarkan pandangan 187 juta pemilih yang begitu heterogen?

Lembaga yang dimaksud dapat berasal dari kalangan akademisi, praktisi lembaga survei, atau lembaga khusus bentukan pemerintah. Selain aspek metodologi, independensi, dan obyektivitas, lembaga survei juga harus dikawal. Dengan demikian, hasil survei politik yang disajikan di ruang publik adalah potret mengenai realitas, bukan informasi yang bias dan menyesatkan.
sumber : pemilu.tempo.co
  • Ternyata Inilah Alasan Janda - Janda Kota Kembang Dukung Jokowi - Jusuf Kalla
    Ternyata Inilah Alasan Janda - Janda Kota Kembang Dukung Jokowi - Jusuf Kalla  - Forum Janda yang tergabung dalam Komunitas Janda Indonesia (KOJAINDO) menyatakan dukungannya terhadap pasangan…
  • Mengukur Peluang Wiranto - HT Unggul di Pilpres
    Berat, Peluang Wiranto-HT Unggul di Pilpres - Deklarasi Wiranto-Hary Tanoesoedibjo sebagai pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden dari Partai Hanura dinilai hanya sebuah strategi untuk…
  • Akhirnya Kubu Prabowo Buka Suara Tentang Kebocoran Uang Negara Sebesar 1000 triliun Rupiah
    Akhirnya Kubu Prabowo Buka Suara Tentang Kebocoran Uang Negara Sebesar 1000 triliun Rupiah - Akhirnya Kubu Prabowo-Hatta, angkat bicara soal pertanyaan beberapa pihak yang meragukan kebocoran…
  • Proses Pencapresan Jokowi Sudah Seizin Bung Karno ...???
    Proses Pencapresan Jokowi Sudah Seizin Bung Karno ...??? - Megawati Tanya Bung Karno Sebelum Capreskan Jokowi -- Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengungkapkan alasannya tidak lagi maju…
  • Politik Dalam Jawaban Seorang Anak
    Apakah Itu Politik ?Seorang anak kecil bertanya pada ayahnya:"Ayah, dapatkah kau jelaskan apakah politik itu?" Ayah berkata, "Nak, aku akan menjelaskan seperti ini:Aku adalah pencari nafkah bagi…
  • Pemilihan Presiden Bukanlah Hal Yang Main - Main
    Pemilihan Presiden Bukanlah Hal Yang Main - Main - Sudah hampir 10 tahun negeri ini dipimpin oleh presiden SBY. Hasilnya apa? Seperti yang kita lihat sekarang, sulit bagi kita untuk mengatakan…
  • Sikap Aneh Koalisi Merah Putih
    Sikap Aneh Koalisi Merah Putih - Betapa memprihatinkan cara kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menyikapi hasil sementara pemilihan presiden 2014. Mereka tak segera menyadari kekalahannya.…
  • SBY Jadi Cawapres, Presidennya Siapa ... ???
    SBY Jadi Cawapres, Presidennya Siapa ? - Perolehan suara Partai Demokrat (PD) yang terpuruk pada sejumlah perhitungan cepat (quick count) pemilu legislatif 2014 perlu segera disikapi oleh Presiden…
  • Beginilah Adab Sopan Santun Calon Presiden Indonesia
    Beginilah Adab Sopan Santun Calon Presiden Indonesia - Santri Kesal, Awal Ketemu KH Maimoen Zubair, Jokowi Tak Cium Tangan - Kedatangan calon presiden Joko Widodo atau Jokowi di Pondok…
  • Ketika Calon Presiden Mulai Melecehkan Ulama
    Ketika Calon Presiden Mulai Melecehkan Ulama - Salah satu satu murid KH Maimoen Zubair bernama Muhammad Kanzul Firdaus mengungkapkan kekecewaannya terhadap kedatangan bakal calon presiden Joko Widodo…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar