Inilah Perbedaan Jokowi dan Prabowo di Media Sosial

Inilah Perbedaan Jokowi dan Prabowo di Media Sosial – Jika Anda mencari nama Joko Widodo di jejaring sosial twitter, Anda hanya akan menemui akun-akun tak terverifikasi bernama Jokowi dan simpatisan saja. Beda soal jika Anda mengetik “Prabowo”, satu akun terverifikasi dan jadi satu-satunya Prabowo di Twitter.

Ilustrasi Prabowo vs Jokowi

Di jejaring sosial ada kecenderungan menarik jika mencermati pertarungan Pemilihan Presiden. Sebelum itu, terlebih dahulu lupakan Aburizal Bakrie dalam peta kekuatan. Pencalonan Bakrie memang sah-sah saja, namun di sosial media namanya lebih sering jadi bahan olok-olok. Sementara Rhoma Irama? Sepertinya terlalu jauh dari titel Capres.

Pengamatan tentu tertuju pada dua tokoh besar, Prabowo Subianto dan Joko Widodo atau Jokowi. Keduanya jadi nama yang terlalu sering muncul di media sosial.

Di media sosial, Prabowo barangkali yang terlihat lebih peduli. Prabowo punya satu akun pribadi di twitter dengan nama @Prabowo08. “Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Bergabunglah dengan saya demi wujudkan Indonesia Raya yang bersih, kuat, aman, berwibawa & berdikari.#IndonesiaBangkit,” tulis dalam profil akun yang telah terverifikasi itu.

Prabowo bahkan telah mendaftarkan akun ini sebelum Pilpres lima tahun silam, tepatnya 17 Mei 2009. Jumlah followernya tak terlalu fantastis, hanya 699.448 orang. Jumlah ini bahkan lebih sedikit dari akun “palsu” Joko Widodo yang jumlahnya mencapai 1.339.405 followers.

Saat mengetik nama “Joko Widodo” atau “Jokowi” di twitter, Anda akan menemukan banyak akun dengan nama Jokowi yang jumlahnya lebih banyak dari jari kedua tangan Anda. Belum lagi nama Jokowi yang disematkan dalam akun simpatisan seperti “Jokowi Fo RI-1”dan “Jokowi 2014”. Lalu bagaimana dengan Prabowo?

Nama “Prabowo” untuk dimaksudkan “Prabowo Subianto” sejauh ini hanya ada satu sementara akun simpatisan hanya ada beberapa. Followernya juga tak terlalu banyak.

Sementara akun yang punya kecenderungan pada kedua tokoh ini tentu akan banyak ditemui. Yang paling kentara barangkali akun @Triomacan2000. Akun ini sudah sejak Jokowi mencalonkan Gubernur DKI Jakarta menguak tuduhan konsprirasi Jokowi.

Akun ini punya peran besar dalam kemunculan berbagai kampanye negatif seputar Jokowi. Salah satunya tuduhan soal cukong dibaling kepemimpinan Jokowi hingga Stan Greenberg, yang katanya master plan pencitraan Jokowi.

Stan Greenberg seorang konsultas politik lulusan Harvard University. Dialah tokoh dibalik suksesnya kampanye Bill Clinton dan Barack Obama. Nama terakhir diantarkannya berkat pencitraan di Facebook dan Twitter.

Sedangkan Prabowo juga punya “musuh” di twitter. Dari yang terang-terangan membahas persoalan HAM yang jadi “dosa besar” Prabowo hingga yang dikemas dengan guyonan satir. Sebagai contoh, akun @CapresJokes di twitter punya kecenderungan negatif pada Prabowo.

Prabowo vs Jokowi di Facebook

Lompat ke Facebook. Situs milik Mark Zuckerberg ini juga menempatkan nama “Jokowi” bak rumput sintetis, jumlahnya banyak tapi tak ada satupun yang asli. Sedangkan Prabowo lagi-lagi punya akun terverifikasi. Jumlah pengikutnya mencapai 4,8 juta, jumlah yang bahkan lebih banyak dari pengikut Susilo Bambang Yudhoyono yang tak sampai 3 juta.

Nah, akun Facebook inilah yang jadi basis kekuatan terbesar Prabowo Subianto di internet. Berbagai isu direspon dengan cepat dalam akun ini. Akun ini mengupas tuntas eks-Danjen Kopasus dengan berbagai prestasi dan pandangannya tentang kepemimpinan Indonesia.

Semua nyaris dimulai dari akun ini. Bahkan, dari hal terkecil seperti kemiripan Prabowo dan Al Ghazali, anak musisi Ahmad Dhani yang sedang naik daun.

Sejauh ini, jika melihat peta kekuatan di internet, Prabowo Subianto punya lebih banyak amunisi dibanding Jokowi. Meskipun tak dapat dipungkiri, Jokowi punya pasukan pendukung setia yang belakangan akrab disapa “Pasukan Nasi Bungkus”.

Bagaimanapun juga perang di media sosial internet jadi warna baru pertarungan politik di tahun pemilu 2014 ini. Tentu berbeda jauh dengan kondisi lima tahun silam, dimana teknologi internet tak terlalu maju seperti sekarang. Hal ini bisa jadi menarik untuk di simak.

Popularitas di dunia maya memang tak menjamin satu tokoh akan unggul dalam persaingan sesungguhnya. Namun setidaknya jejaring sosial adalah satu segmen yang patut dicermati para politisi.
Sumber : Solopos.com

1 komentar: