Inilah Beberapa Isyarat Pemimpin Yang Dapat Membangun Harapan Rakyat

Inilah Beberapa Isyarat Pemimpin Yang Dapat Membangun Harapan Rakyat - Pepatah lama menyebutkan, “busuk ikan diawali dari kepala. Tatkala kepala baik, maka seluruh ikan akan baik. Demikian pula sebaliknya”. Pepatah sederhana, namun sangat tajam dan dalam maknanya. Pesan yang tertanam memberikan makna bahwa eksistensi seorang pemimpin sangat vital. Keberadaannya bukan hanya sebagai penanggungjawab terlaksananya administrasi, akan tetapi menetapkan warna atas kepemimpinannya, sekaligus bertanggung jawab atas karakter bawahan dari bangunan pola kepemimpinanya. 

Begitu urgennya seorang pemimpin, maka wajar bila Rasulullah SAW memberikan penekanan khusus kepada pemimpin melalui sabdanya “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin pasti akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya”. Pertanggungjawaban tersebut mencakup aspek vertikal (kepada Allah) dan aspek horizontal (administrasi negara). Apatah lagi tinggal hitungan jam pemilihan calon pemimpin akan dilakukan melalui pesta demokrasi 2014. Di tangan mereka arah negara dan masa depan generasi akan ditentukan. 

Berangkat dari paparan di atas, agaknya pendidikan (terutama pendidikan Islam) memiliki peran yang sangat strategis dalam menciptakan pemimpin umat masa depan yang ideal untuk membangun masyarakat madani. Ada beberapa isyarat pemimpin yang dapat membangun harapan ini, antara lain: 

http://lh6.ggpht.com/-R2Mne5bRRZk/UzoecUuqaTI/AAAAAAAAkiM/YhJHLcazJCY/jokowi%252520dan%252520megawati_thumb%25255B2%25255D.jpg?imgmax=800

Pertama, sosok yang sederhana, berakhlak mulia, dan memihak pada kepentingan umat (bukan golongan), sebagaimana yang ditampilkan oleh Rasulullah. 

Kedua, sosok yang mengerti agama dan berintelektual muslim. 

Ketiga, tidak minta jabatan dengan menghalalkan segala cara, akan tetapi memperoleh jabatan dengan bingkai akhlak al-karimah. 

Keempat, melanjutkan program sebelumnya (kontinuitas program strategis), bukan menghilangkan yang telah ada karena mengedepankan ”persinggungan” politik. 

Kelima, menegakkan supremasi hukum dan tidak “cacat hukum” apalagi menerapkan hokum dengan sistem “tebang pilih”. 

Keenam, membangun negeri untuk berbakti pada Ilahi, bukan untuk memperkaya diri. 

Ketujuh, sosok yang mau mendengar keluhan rakyat bukan “memperbudak” rakyat, melayani umat bukan minta dilayani dan senantiasa melindungi seluruh rakyat bukan hanya pandai minta dilindungi. 

Kedelapan, mau menerima masukan umat secara bijak, bukan diktator yang “pekak” terhadap “nasehat” yang mungkin justeru sangat berharga. 

Kesembilan, memiliki empat pilar penyangga yang kuat (sebagaimana yang dimiliki Rasulullah), yaitu : kekuatan kelompok tokoh masyarakat, kekuatan aparat penegak hukum, kekuatan finansial, dan kelompok intelektual yang senantiasa memberikan ide-ide cemerlang guna membangun negeri secara bijak. 

Kesepuluh, sosok yang memenuhi janji, bukan mengumbar janji tapi setelah memperoleh apa yang diinginkan justru lupa dengan apa yang dijanjikan kepada rakyat. 

Sosok seperti ini dapat dilihat dari bukti nyata kehidupannya yang senantiasa amanah, memenuhi janji bila ia berjanji, dan berkata kepada umat dengan penuh kesantunan yang bersahaja.

Tatkala indikator ideal di atas ada pada seseorang pemimpin, maka ambillah ia sebagai pemimpin. Untuk itu, rakyat harus bijak dan jangan ingin diperbudak. Tatkala masyarakat telah mampu bertindak bijak, maka hal ini menunjukkan ”kecerdasan” umat. Akan tetapi jika masyarakat tidak bijak dalam menentukan sosok pemimpinnya, maka lima tahun ke depan ia akan merugi dan ikut andil atas kesalahan yang terjadi. Untuk itu, masyarakat perlu terdidik dan menjadi masyarakat yang bijak dan cerdas, bukan masyarakat kelas rendah yang hanya mau dibayar sejumlah lembaran recehan dan tidak memiliki harga diri, akal, serta hati nurani.

Sesungguhnya, dengan melihat kekuatan SDM yang ada di negeri ini, rasanya tak mungkin negeri ini mengalami “krisis” pemimpin ideal. Hanya saja, sosok pemimpin ideal masih dianggap ancaman bagi para pemimpin yang tidak memiliki kemampuan namun haus dengan kekuasaan. Jika pun ia hadir, maka kehadirannya akan “dimusnahkan” oleh kekuatan tirani yang terorganisir. 

Atau mungkin, pemimpin ideal mengimplementasikan pesan Rasulullah SAW untuk tidak pernah meminta kekuasaan. Sebab, kata Rasulullah SAW “Janganlah memilih orang yang meminta kekuasaan”. Oleh karenanya, eksistensi pemimpin ideal akhirnya tidak muncul kepermukaan karena pola yang digunakan tidak popular, di tengah-tengah kelaziman tradisi “mengemis” yang justru seakan menjadi jurus ampuh saat ini.

Apakah kita akan menjatuhkan harga diri dengan kezaliman dan ketidakmampuan untuk meraih asa, sementara dampak keserakahan dan ketidakdewasaan akan dituai oleh generasi yang akan datang. Setiap kita yang bias menimbang dengan timbangan hati dan akal yang lurus untuk berkaca diri atas apa yang terjadi. Apakah kesalahan akan dilanjutkan dan dibudidayakan atau kesalehan yang harus dibangun secara kuat dan istiqamah.

sumber : riaupos.co | Samsul Nizar | Guru Besar pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau, Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Bengkalis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar